Selasa, 22 April 2014

Detak Waktu

Tenang saja....
Aku akan berdiri pada barisan belakang
Di antara orang-orang yang mungkin terbelakang
Tak berarti aku akan kalah darimu
Aku hanya sekedar mengalah dan beristirahat sejenak
Aku dan aku yang lainnya selalu sadar akan kau
Kau yang tak pernah berhenti berdetak

Teruslah berdetak sesuka hatimu
Kadang ada yang sering memujamu
Seberapa tinggi harga dirimu
Seberapa tajam dirimu
Sering kutunggu dirimu di persimpangan itu
Namun tak pernah kusadari bahwa kau juga sering menylipku
Waktu...ohh... waktu...
Suatu saat akan kulumpuhkan kaki-kakimu.
Hingga tak lagi dapat kau berpacu denganku.


Cipt: H. Kusuma Dj

Sang Pendosa II (di mata mereka)

[karya: Ir Tuhepaly]


Sang embun dengan rela menetes ke tanah…,, dari daun ia terjatuh
Ini adalah suatu pagi dimana kepedihan menjadi selimut berharga bagi setiap jiwa
Keluhan-keluhan jujur menjadi tidak berharga tatkala kebohongan itu berdansa riang di atas air dan semakin menjauh
Ada bejana kosong karena kekejaman yang sedang mereka dambakan untuk dunia

Di sinilah dunia hanya mampu pandangi bidadari yang terbang tanpa sayap
Sang pendosa yang kemudian sadar pun tetap saja pendosa di mata para hakim pembenci keadilan
Mungkin saja mereka lebih menikmati kehidupan dalam gelap
Mungkin saja di mata mereka itulah kehidupan

Sang pendosa berlari mengejar angin di tanah ini
Mentari pun benamkan tubuhnya dengan damai menjemput malam
Serpihan kedamaian itu hancur berserakan, namun Ia punya kedamaiannya sendiri yang bahkan lebih damai
Sekitarnya gusar karena hati mereka suram

Tatapan mata itu tajam namun kosong
Bidadari itu terdiam bukan dengan hati yang kalut
Sesaat tersenyum ketika sang pendosa mampu hidup dan bertahan di tengah kabut
Tak lagi peduli akan kematian yang sombong

Irama kehidupannya tercipta dengan nada-nada yang tak biasa
Para hakim itu kagum namun terlalu bangga untuk berdusta sepanjang hari
Bahkan dengan angkuh menyimpan kejujuran itu jauh di dasar hati
Sesekali mereka tertunduk namun selalu berkilah dengan bahasa yang penuh dusta

Selalu saja mereka biarkan burung camar itu hinggap di dahan yang rapuh
Setidaknya mereka tulus menjadi kejam…,, maka itu bisa dibanggakan


.

Sabtu, 19 April 2014

Sang Pendosa

[karya: Ir Tuhepaly]


Hawa dingin lembut tertiup angin namun tajam menusuk kulit
Tiap hembusnya mampu patahkan satu pilar keyakinan
Sang alam resah namun bungkam mampu heningkan cerita pahit
Itu cerita yang dicaci oleh angin dan dihempaskan oleh zaman

Entah apa yang membuat merpati dan gagak itu tampak bercengkrama di tengah gurun
Yang kutahu itu tandus…..,, gersang…..,, dan tidak hijau…..,,
Lebih baik jika aku juga di sana walau terik sekalipun
Lebih baik berdiri dengan hamparan kejam dan berwibawa daripada merangkak di tengah lumpur yang hina itu

Cerita itu pahit namun indah jika mampu dimengerti
Bahkan tak perlu lagi tuk dengarkan senandung tentang awan hitam atau cerita tentang si miskin yang sombong
Ini cukup sederhana, tentang sang pendosa yang punya hati
Tentang hati yang mampu berpikir tentang keagungan hidup dan kematian yang sombong

.

Sabtu, 12 April 2014

Gapura yang Indah

[karya: Ir Tuhepaly]


Gapura indah dengan kokoh berdiri
Indahnya mampu hentikan langkah dan membuat mata tertuju padanya
Namun jalan yang kupijak tak seindah gapura ini
Rusak….,, berbatu…..,, terjal…..,, dan tidak rata…..,,

Akan lebih baik jika tak ada cahaya di sini
Akan lebih baik jika gapura ini tidak terlihat
Aku kan terus melangkah meski gapura ini bahkan tak pernah seindah ini
Biarkan saja aku melangkah dalam gelap yang pekat

Aku bukanlah orang yang membenci cahaya
Juga bukan orang yang menyukai kegelapan
Saat ini, aku ingin melangkah dengan hati saja
Bukan dengan kebohongan yang sengaja kau bawa ke permukaan

Kegelapan buatku lebih berhati-hati meski cahaya buatku mampu melihat segalanya
Bahkan aku tak tahu apa yang menanti di ujung jalan
Entah harus merangkak…,, berjalan..,, atau berlari agar kumampu mencapainya
Cahayanya begitu terang, namun samar apa yang kutemukan



 .

Selasa, 08 April 2014

Ilalang

[karya: Ir Tuhepaly]


Ilalang basah di tengah hujan
Ditampar sang angin yang menghilang dengan perlahan
Sebagian terbaring di atas sampan
Lainnya tersapu ombak tak berkawan

Ilalang tertunduk dengan paksa
Bukan salah sang angin menghilang tanpa kata
Inilah kebenaran yang membuatnya tak lagi berdusta
Adalah kebenaran yang salah dalam kasat mata

Ilalang akan selalu ilalang
Hanya saja…,, waktunya memang telah datang


Kamis, 20 Februari 2014

Sebuah Doa

[karya: Ir Tuhepaly]



 Aku dan jiwa ini masih berdiri di atas rasa ragu
Bukan hari ini saja mereka membisu
Dan ketika egois menjadi pilihan bijaksana
Maka biarkan senja datang dengan dukanya

Awalnya malaikat bersayap indah dengan jari-jari yang mungil
Terbang bermain dengan irama yang kusenandungkan
Sungguh indah engkau di alam terhampar menantang
Menyapa hari dengan senyum indah di sudut wajah

Kulupa tentang suatu ketika dimana air tak lagi jernih
Suatu ketika dimana angin tak lagi menyapa dengan lembut
Malaikat itu kini berdiri dan tersenyum di tengah kabut
Tampak samar…..,, tak lagi terang…..,, berkabut…..,,

Bukan aku…,, tapi jiwaku yang mulai gusar
Senja yang akan datang itu sudah pasti
Hanya ada nafas kini tersenyum dengan sabar
Kemelut ini akhirnya membuat jiwa bertanya kepada hati

Hari ini justru bukan tentang hidup yang membabi-buta
Bukan tentang senja yang hadir dengan tudung kelabu
Ini tentang sayap indah dan jari-jari mungil
Kubutuh pandangan menembus kabut

Jiwa yang ragu kembali gusar
Menatap hati dengan jawaban tak pasti
Diam membisu karena semua tampak samar
Kuingin kabut ini berlalu pergi