Selasa, 22 April 2014

Sang Pendosa II (di mata mereka)

[karya: Ir Tuhepaly]


Sang embun dengan rela menetes ke tanah…,, dari daun ia terjatuh
Ini adalah suatu pagi dimana kepedihan menjadi selimut berharga bagi setiap jiwa
Keluhan-keluhan jujur menjadi tidak berharga tatkala kebohongan itu berdansa riang di atas air dan semakin menjauh
Ada bejana kosong karena kekejaman yang sedang mereka dambakan untuk dunia

Di sinilah dunia hanya mampu pandangi bidadari yang terbang tanpa sayap
Sang pendosa yang kemudian sadar pun tetap saja pendosa di mata para hakim pembenci keadilan
Mungkin saja mereka lebih menikmati kehidupan dalam gelap
Mungkin saja di mata mereka itulah kehidupan

Sang pendosa berlari mengejar angin di tanah ini
Mentari pun benamkan tubuhnya dengan damai menjemput malam
Serpihan kedamaian itu hancur berserakan, namun Ia punya kedamaiannya sendiri yang bahkan lebih damai
Sekitarnya gusar karena hati mereka suram

Tatapan mata itu tajam namun kosong
Bidadari itu terdiam bukan dengan hati yang kalut
Sesaat tersenyum ketika sang pendosa mampu hidup dan bertahan di tengah kabut
Tak lagi peduli akan kematian yang sombong

Irama kehidupannya tercipta dengan nada-nada yang tak biasa
Para hakim itu kagum namun terlalu bangga untuk berdusta sepanjang hari
Bahkan dengan angkuh menyimpan kejujuran itu jauh di dasar hati
Sesekali mereka tertunduk namun selalu berkilah dengan bahasa yang penuh dusta

Selalu saja mereka biarkan burung camar itu hinggap di dahan yang rapuh
Setidaknya mereka tulus menjadi kejam…,, maka itu bisa dibanggakan


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar