[karya: Ir Tuhepaly]
Sang embun dengan rela menetes ke tanah…,,
dari daun ia terjatuh
Ini adalah suatu pagi dimana kepedihan
menjadi selimut berharga bagi setiap jiwa
Keluhan-keluhan jujur menjadi tidak berharga tatkala
kebohongan itu berdansa riang di atas air dan semakin menjauh
Ada bejana kosong karena kekejaman yang
sedang mereka dambakan untuk dunia
Di sinilah dunia hanya mampu pandangi
bidadari yang terbang tanpa sayap
Sang pendosa yang kemudian sadar pun tetap
saja pendosa di mata para hakim pembenci keadilan
Mungkin saja mereka lebih menikmati kehidupan
dalam gelap
Mungkin saja di mata mereka itulah kehidupan
Sang pendosa berlari mengejar angin di tanah
ini
Mentari pun benamkan tubuhnya dengan damai
menjemput malam
Serpihan kedamaian itu hancur berserakan,
namun Ia punya kedamaiannya sendiri yang bahkan lebih damai
Sekitarnya gusar karena hati mereka suram
Tatapan mata itu tajam namun kosong
Bidadari itu terdiam bukan dengan hati yang
kalut
Sesaat tersenyum ketika sang pendosa mampu
hidup dan bertahan di tengah kabut
Tak lagi peduli akan kematian yang sombong
Irama kehidupannya tercipta dengan nada-nada yang tak
biasa
Para hakim itu kagum namun terlalu bangga
untuk berdusta sepanjang hari
Bahkan dengan angkuh menyimpan kejujuran itu
jauh di dasar hati
Sesekali mereka tertunduk namun selalu
berkilah dengan bahasa yang penuh dusta
Selalu saja mereka biarkan burung camar itu
hinggap di dahan yang rapuh
Setidaknya mereka tulus menjadi kejam…,, maka
itu bisa dibanggakan
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar