Jumat, 21 Agustus 2015

Ia Tertahan

[karya: Ir Tuhepaly]


tawa sendu diantara kata
kalimat kosong tercipta dengan pilu
jiwanya berontak hebat untuk waktu yang tersita
ia adalah bagian yang hilang dari sepenggal kisah lalu

meski terang, ini tetap saja malam
akankah disambut sang fajar ketika esok hari?
sebuah tanya tertinggal dengan luka terdalam
ia adalah jiwa yang menanti waktu untuk seorang bidadari

meski layu, itu tetap saja bunga
adakah setetes embun rela menyapa dengan lembut?
seberkas sinar terjaga di lubuk hatinya
ia adalah bahagia yang tersesat di pekatnya kabut

meski terlalu singkat, cerita tetap saja sebuah cerita
baginya, kau adalah mentari di celah mendung
setitik cerita manis dalam kisah panjang penuh duka
ia adalah kesalahan yang hadir dengan sejuta maaf tak terbendung

terlalu lama ia terbuai dengan indahnya air mata
entah bagaimana harus menulis cerita baru di lembaran yang sudah usang
terlalu dalam ia terjatuh untuk rasa yang tak pernah ia minta
ia adalah malam yang berharap siang

ia bertanya bagaimana kau menggenggam masa lalu?
ia bertanya seperti apa mimpimu tentang hujan?
ia tertahan di sini...,, dengan sejuta harap yang mulai membatu
ia tertahan di sini...,, dalam kemegahan yang tinggal kenangan
.


Kamis, 20 Agustus 2015

Kosong


Sepi ... 
Tak pernah aku mau mengerti 
Aku memang tahu ombak tak pernah meninggalkan pantai
Sejauh apa ia pergi berjalan untuk kembali. Itu pasti!
Serpihan kisah yang pernah kuukir, terasa mati
perlahan memudar dan lalu pergi...

Aku tak mau mengerti bagaimana kisah ini kumulai
Itu karena memang tak pernah ingin kuakhiri
Aku selalu percaya selembar daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin
Juga kupercaya, Tuhan menciptakan langit untuk temani matahari
Tak ingin kuresahkan tentang ini 
Tidakkah kau tahu? bahwa sebuah kematian lebih indah dari pada harus menghadapi rasa sepi
Bahkan dalam sebuah kematian masih ditemani sesosok jiwa suci

Aku tak sedang merindu, siapa atau apa ...
Juga tak sedang merengek tentang sesuatu yang hampa
Aku merasa masih berjalan namun tak kutahu arahnya
Seperti aku yang berjalan, aku yang tersesat
Seperti angin utara yang bergrak lurus ke depan dan tersadar di tenggara
Lantas aku memilih berhenti, tak satu nafaspun kuhela.
Berharap angin yang tersesat akan merasa lelah dan berhenti sejenak
Kemudian ia kan kusapa dengan mesra

Namun perlahan kusadari itu sebuah dusta
Angin tak pernah mau berhenti walau untuk sekedar menyapa
Seperti Tuhan ciptakan sunyi untuk temani sang sepi
Seperti kumpulan asap yang melayang karena api